Pegambus ternama Tanah Air, Habib Segaf Assegaf
Pegambus ternama Tanah Air, Habib Segaf Assegaf atau juga terkenal sebagai Habib Segaf adalah putra dari Al-Quthub Al-Imam Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik
Pegambus ternama Tanah Air, Habib Segaf Assegaf atau juga terkenal sebagai Habib Segaf adalah putra dari Al-Quthub Al-Imam Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik. Menurut banyak sumber yang telah dikonfirmasi keabsahannya oleh banyak Habaib Indonesia, kisah Habib Segaf mencintai gambus bermula dari kisah ayahnya, Habib Abu Bakar Assegaf saat berada di Hadhramaut.
Saat itu beliau menegur seseorang yang terus memainkan gambus tanpa memperhatikan waktu. Pegambus tersebut (yang kemungkinan Madzdub) lantas berkata, "Engkau akan memiliki seorang anak yang seperti diriku." Dan benar beliau memiliki putra, yakni Habib Segaf yang amat menggemari gambus, seperti putra beliau Habib Ali Zainal Abidin Assegaf, yang juga putra menantu Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya mewarisi gambus ayahnya Habib Segaf.
Makna tersirat dari kisah di atas adalah, bahwa tidak semua gambus melenakan seperti yang difahami orang kebanyakan, khususnya kaum Wahabi yang menyatakan bulat-bulat bahwa musik adalah haram.
Gambus dalam beberapa kasus, seperti Habib Segaf ini, merupakan satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Melalui gambus disampaikan pesan-pesan moral, nasehat agama dan sebagainya.
Di dunia kesufian, gambus juga banyak digunakan para wali untuk menutup pandangan kasyaf mereka terhadap dunia. Mereka yang diberi keistimewaan melihat hakikat bentuk manusia, umumnya merasa "tidak nyaman" dengan anugerah tersebut, sehingga menggunakan gambus untuk menutupi kasyafnya.
Di Indonesia, selain Habib Segaf, yang menggunakan gambus untuk metode ini adalah Habib Abdul Qadir bin Abdullah Bilfaqih.
Melalui Habib Segaf, Habib Abu Bakar Assegaf kemudian mengerti arti lain gambus yang ternyata memiliki hakikat khusus. Sebab ketika beliau melarang anaknya untuk bermain gambus lagi, gitar gambus putranya tersebut tiba-tiba menangis dan berbicara layaknya manusia.
Ia mengutarakan kesedihannya karena tidak dimainakan lagi oleh putranya. Semenjak itu, Habib Abu Bakar Assegaf tidak pernah melarang lagi putranya bermain gambus.